Halaqah yang ke empat “Penjelasan Kitab Al Qawa’idul Arba'” karangan Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi rahimahullah.
Beliau mengatakan,
وَأَنْ يَجْعَلَكَ مُبَارَكًا أَيْنَمَا كُنْتَ
“Dan semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla menjadikan engkau (wahai pembaca, wahai pendengar) menjadi orang yang berbarokah di manapun engkau berada.”
Dan ini juga do’a yang sangat agung. Beliau mendo’akan untuk kita supaya kita menjadi orang yang berbarokah.
Artinya berbarokah adalah banyak kebaikan, bisa memberikan manfaat.
Memiliki banyak kebaikan dan kebaikan tersebut langgeng dan terus menerus bersama kita.
Dan orang yang berbarokah maka ini adalah orang yang banyak kebaikannya.
Memberikan kebaikan tersebut kepada diri sendiri maupun orang lain.
Ketika dia memiliki ilmu dan dia adalah orang yang berbarokah, bermanfaat ilmu yang dia miliki baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
Ketika Allah Subhānahu wa Ta’āla memberikan keluasan berupa rezeki, bermanfaat rezeki tersebut untuk dirinya dan juga untuk orang lain yang ada di sekitarnya.
Apabila dia seorang penguasa (pejabat), bermanfaat kekuasaannya (jabatannya) untuk dirinya dan juga untuk orang lain yang ada di sekitarnya.
Dia memiliki kebaikan yang banyak dan kebaikan tersebut adalah kebaikan yang langgeng.
Beliau mengatakan,
وَأَنْ يَجْعَلَكَ مُبَارَكًا أَيْنَمَا كُنْتَ
“Dan semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla menjadikan engkau berbarokah, di manapun engkau berada.”
Baik di dalam rumah, ketika keluar rumah. Baik ketika bersama keluarga maupun bersama orang lain. Baik bersama bawahannya maupun dengan teman-temannya. Menjadikan seseorang menjadi orang yang berbarokah. Tidak ada orang yang duduk (dekat) dengannya kecuali dia mengambil faidah dari dirinya.
Kemudian beliau mengatakan,
وَأَنْ يَجْعَلَكَ مِمَّنْ إِذَا أُعْطِيَ شَكَرَ،
“Dan semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla menjadikan engkau termasuk orang yang apabila diberi maka dia bersyukur,”
وَإِذَا ابْتُلِيَ صَبَرَ،
“dan apabila diberikan ujian menjadi orang yang bersabar,”
وَإِذَا أذنَبَ اسْتَغْفَرَ
“dan apabila dia berdosa maka dia beristighfar.”
. فَإِنَّ هَؤُلاءِ الثَّلاثُ عُنْوَانُ السَّعَادَةِ.
“Karena sesungguhnya tiga perkara ini adalah termasuk tanda-tanda kebahagiaan.”
Ini adalah do’a yang lain, yang beliau panjatkan kepada Allah untuk kita. Beliau berdo’a supaya kita termasuk orang yang apabila diberi, bersyukur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla, diberikan kenikmatan, diberikan karunia, sekecil apapun kenikmatan tersebut.
Beliau berdo’a kepada Allah supaya kita termasuk orang yang bersyukur apabila diberikan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Dan beliau berdo’a supaya apabila kita terkena musibah, maka kita termasuk orang yang bersabar.
Dan apabila kita berdosa atau melakukan maksiat kepada Allah, melakukan dosa, maka kita termasuk orang-orang yang beristighfar kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Beliau menyebutkan tiga perkara. Dan tidak terlepas keadaan kita dari salah satu diantara tiga perkara ini.
Seorang manusia di dalam kehidupannya terkadang mendapatkan kenikmatan. Maka kewajiban dia saat itu adalah bersyukur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla. Seorang yang tidak bersyukur, maka cepat atau lambat Allah akan mengambil kenikmatan tersebut. Tapi orang yang bersyukur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla, maka Allah Subhānahu wa Ta’āla akan menambah kenikmatan di atas kenikmatan.
لَىِٕن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِیدَنَّكُمۡۖ وَلَىِٕن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ عَذَابِی لَشَدِیدࣱ
[Surat Ibrahim 7]
Apabila engkau bersyukur, mengakui bahwasanya kenikmatan ini dari Allah, bersyukur dengan lisannya, menggunakan kenikmatan ini di dalam perkara yang diridhoi oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla, maka Allah menjanjikan akan menambah kenikmatan tersebut. Ditambah kenikmatan di atas kenikmatan.
Dan apabila engkau kufur kepada Allah, mendapatkan kenikmatan akan tetapi mengingkari bahwasanya itu dari Allah Subhānahu wa Ta’āla, menganggap bahwasanya kenikmatan itu berasal dari dirinya, dari ilmu yang dia miliki, dari usaha yang dia kerjakan, lupa bahwasanya Allah Subhānahu wa Ta’āla yang telah memberikan kenikmatan tersebut dan memudahkan dia untuk mendapatkan kenikmatan tersebut.
Apabila engkau kufur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla, maka ketahuilah bahwasanya adzab Allah Subhānahu wa Ta’āla adalah adzab yang sangat pedih. Ini adalah akibat dari orang yang kufur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Seseorang ketika diberikan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla kenikmatan, maka kewajiban dia adalah bersyukur kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla. Dan apabila mendapatkan musibah, maka hendaklah dia bersabar kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Seseorang tidak lepas di dalam kehidupannya, terkadang mendapatkan kenikmatan, dan terkadang dia mendapatkan musibah. Maka kewajiban dia ketika mendapatkan musibah adalah bersabar. Beriman bahwasanya ini semua adalah takdir dari Allah Subhānahu wa Ta’āla. Sudah ditulis oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla, bahkan sudah sejak lama, 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi. Langit dan bumi telah diciptakan oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dalam waktu yang sudah cukup lama. Dan ditulisnya takdir sebelum diciptakan langit dan bumi 50.000 tahun.
Telah ditulis oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla kenikmatan yang akan diterima oleh seseorang, umurnya, rezekinya, termasuk diantaranya adalah musibah. Dan tidak mungkin apa yang sudah ditulis oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla luput dari seseorang. Oleh karena itu seseorang ketika ditimpa musibah, baik di dalam dirinya, hartanya, keluarganya, ataupun yang lain, maka hendaklah dia ingat dan beriman bahwasanya ini semua sudah ditulis oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla dan harus terjadi.
Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, beriman dengan takdir, dan mengetahui bahwasanya ini adalah termasuk takdir Allah Subhānahu wa Ta’āla, ketika terjadi musibah, maka Allah Subhānahu wa Ta’āla akan memberikan hidayah. Memberikan hidayah kepada hatinya, memberikan ketenangan di dalam menghadapi musibah tersebut, bagaimanapun besar musibah tersebut.
وَمَن یُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ یَهۡدِ قَلۡبَهُۥۚ
[Surat At-Taghabun 11]
Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, maka Allah Subhānahu wa Ta’āla akan memberikan hidayah (petunjuk) kepada hatinya.
Materi audio ini disampaikan di dalam grup WA Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) Abdullah Roy.